Dari segi kemampuan close combat, walaupun Rafale tidak mempunyai
offbore-sight WVR missile seperti yang lain, tipe ini juga menikmati
cukup kesuksesan, untuk melawan F-22 pesawat tempur yang dianggap
paling tangguh di dunia. Rafale berhasil menancapkan “simulasi MICA-IR”
ke F-22, seperti di lihat dalam dibawah ini:
Combat record Rafale untuk Air-to-surface di atas Libya dan
Afganistan juga cukup menarik, mungkin mengungguli Typhoon. Berbeda
dengan US, yang selalu mendahului serangan dengan “radar-jammer” seperti
EA-18G, atau puluhan BGM-109 Tomahawk cruise missile, Rafale dapat
langsung terbang di atas Libya, dengan mengandalkan perlindungan dari Thales SPECTRA EW
defense suite. Perancis juga melaporkan kalau 2 Rafale saja, dapat
melakukan tugas yang biasanya harus diemban 2 Mirage-2000-5, dan 6
Mirage-2000D. Availability rate untuk Rafale di Libya juga dilaporkan
“mendekati 100%”.
AU Hungaria melaporkan
performa Gripen-C dalam latihan NATO melebihi ekspetasi. Gripen dapat
melihat semua pesawat NATO lain (di radar), dilain pihak lebih sukar
untuk di deteksi, atau dilihat dalam pertempuran jarak dekat. Gripen-C
Hungaria juga mengejutkan negara-negara NATO lain, karena tidak dapat
di-”jamming”, seperti pesawat lain.
Dalam latihan NATO ini, Gripen Hungaria berada dalam pihak ”Red
Force”; pihak yang seharusnya kalah. Mereka tidak mendapat dukungan
pesawat AWACS atau radar lain, tidak memakai data-link, dan tidak dapat
melakukan simulasi AMRAAM. Meski begitu, dalam satu latihan, Gripen-C
tetap berhasil “menembak jatuh” 8 - 10 pesawat NATO, termasuk 1 Typhoon.
Dalam pertempuran jarak dekat melawan F-16 MLU, Gripen-C juga dengan
terlalu mudah “menghabisi” F-16.
- Kesimpulan Dari Reportase Militer
Rafale adalah tipe yang paling unggul di dalam Air-to-Ground.
Kemampuan Thales SPECTRA EW suite-nya juga sudah terbukti. Permasalahan
utama Rafale adalah senjata-senjata yang eksklusif kebanyakan buatan
Perancis, walaupun bebas dari pengaruh US, integrasi senjata lain diluar
yang sudah disetujui Perancis sangat sulit. Tidak adanya HMD juga
memberi kelemahan dalam pertempuran WVR jarak dekat. Dan dalam
penggunaan Meteor BVRAAM, Rafale juga performa-nya dinilai lebih rendah
dibanding yang lain karena hanya mempunyai 1-way datalink.
Dassault Rafale tentu saja juga satu-satunya tipe Eurocanards yang
dapat beroperasi dari kapal induk. Tapi kemampuan ini kurang relevan
dalam konteks Indonesia.
Gripen-E adalah satu-satunya Eurocanard bermesin tunggal, performa
air-to-ground (dan daya angkut) juga masih dibawah kedua tipe yang lain.
Sama seperti Rafale, Gripen sudah memiliki portfolio senjata Eropa –
non-Amerika, termasuk RBS-15 anti-ship missile, yang lebih penting untuk
negara maritim seperti Indonesia. Keunggulannya, tidak seperti Rafale,
Gripen memberikan lebih banyak kebebasan untuk mengintegrasikan senjata
manapun (terserah pembeli), tanpa perlu persetujuan atau campur tangan
SAAB.
Tidak seperti Rafale yang hanya dapat memakai Link-16
(ini masih dalam pengaruh FMS US) untuk aerial network, Gripen juga
memilih sistem TIDLS untuk koordinasi antar pesawat dalam
Gripen-formation. Gripen juga sudah didesain untuk information sharing
melalui sistem Link-16 NATO, atau pilihan network sendiri seperti STRiC Swedia, dan sistem SIVAM di Brazil.
Gripen-E akan menjadi satu-satunya yang sudah diperlengkapi HMD dan
AESA; sedangkan kedua Eurocanard yang lain, saat ini hanya punya satu,
tapi belum diperlengkapi dengan yang lain. Tentu saja biaya per unit dan
biaya operasional per jam juga paling murah, karena pesawat ini lebih
ringan, dan bermesin tunggal.
Gripen (versi C) belum mengumpulkan banyak combat training record
seperti Eurocanard yang lain. Kelemahan utamanya, tentu saja belum
pernah “menjajal” F-22 seperti kedua Eurocanards yang lain. Tapi ini
bukan berarti, dalam training air-to-air NATO, tipe ini bisa diremehkan.
Larger size doesn’t mean it’s better. Pengalaman Hungaria
menunjukkan ukuran Gripen-C yang kecil, justru menjadi keunggulan dalam
latihan NATO; sukar dilihat di radar, ataupun dari pandangan mata.
Bagaimana jika Rafale disandingkan dengan SU-35? Tunggu ulasan kami selanjutnya
0 komentar:
Post a Comment