Kementerian Pertahanan RI menyatakan bahwa Indonesia telah membeli
enam baterai sistem Rheinmetall Skyshield senilai 113 juta Euro pada
pertengahan 2013, yang juga dilanjutkan dengan kontrak pembelian sistem
kendali penembakan SkyMaster pada Januari 2014. Sistem yang diadopsi
serupa dengan yang dibeli Jerman dengan kode NBS
(Nachstbereichsschutzsystem). Rencananya, realisasi pengadaan akan
dipenuhi pada akhir 2014 atau paling lambat di awal 2015, sementara
pelatihan operator mulai dilakukan dengan mengirim anggota Paskhas TNI
AU ke Swiss, ke markas pabrikan Oerlikon Contraves.
Skyshield dibuat oleh manufaktur senjata kondang asal Swiss, Oerlikon
Contraves, dimana perusahaan legendaris ini posisinya kini telah
menjadi bagian dari anak perusahaan Rheinmetall dari Jerman. Hadirnya
Skyshield bagi Paskhas merupakan gebrakan tersendiri, setelah 50 tahun
lebih Paskhas hanya mengandalkan kanon
triple gun M55 20 mm buatan Yugoslavia, walau sejatinya Yugoslavia
hanya memproduksi atas dasar lisensi dari Hispano Suiza (manufaktur
alat-alat pertahanan dari Swiss) tipe HS-804. Triple gun yang eks
era operasi Trikora tentu tak lagi ideal untuk menghadapi tantangan di
era modern, pasalnya triple gun masih dioperasikan serba manual dan
teknologinya sudah ketinggalan jaman.
Meski beda generasi dan teknologi, baik triple gun dan Skyshield
mengembang fungsi yang sama, yaitu sebagai sistem pertahanan titik yang
mengacu pada konsep SHORAD (short range air defence system).
Ini tak lain karena jangkauan tembak dari kanon masih tergolong rendah.
Dirunut dari teknologinya, Rheinmetall Skyshield merupakan sistem yang
memiliki kemampuan deteksi dengan sarana radar dan mampu dihubungkan
antar unit untuk membentuk satu sistem jaringan pertahanan titik yang
mumpuni. Dalam hal desain, sistem Skyshield mengusung jenis kanon
Oerlikon Contraves 35/1000 kaliber 35 mm L79 GDF-007 dengan mekanisme
gas serta pendingin berupa air. Kanon ini digadang mampu melibas sasaran
berupa helikopter, jet tempur yang terbang rendah, sampai rudal
jelajah.
Meski kanon Skyshield menggunakan jenis laras tunggal, kanon ini
nyatanya dapat melontarkan 1.000 proyektil dalam satu menit. Hal
tersebut dapat berlangsung berkat adopsi sistem revolver empat kamar.
Peluru yang dipasok sabuk memasuki salah satu lubang peluru dari
revolver untuk kemudian ditembakkan dari revolver yang terus berputar,
menghasilkan kecepatan tembak cukup tinggi tanpa perlu
menghambur-hamburkan peluru dibanding kanon multilatras dengan konsep Gatling
pada Phalanx. Dalam hal kecepatan tembak, proyektil Skyshield dapat
melesat hingga 1.440 meter per detik dengan jangakaun tembak efektif
hingga 4 kilometer.
Amunisi Skyshield
Untuk urusan amunisi 35 mm, pihak pabrikan meracik AHEAD (Advanced Hit Energy & Destruction). AHEAD merupakan peluru dari tipe airbursting atau pecah di udara. Peluru ini punya dua varian, yaitu ADV (Air Defence Variant) dan IFV untuk menghadapi kendaraan tempur. Khusus untuk peluru ADV, tiap ujung proyktil tersimpan 152 pellet (sub proyektil) berbahan tungsten yang setiap pellet memiliki bobot 3,3 gram. Bila yang dihadapi sasaran seperti rudal, digunakan AHEAD konvensional dengan 31 sub proyektil yang masing-masing terdiri dari susunan 11 pellet dengan bobot 1,5 gram.
Ketika tungsten dipanaskan oleh ledakan, maka dengan mudah menembus
bodi alumunium pesawat tempur, helikopter, dan pastinya rudal. Saat
proyektil AHEAD pecah di udara, pellet pecah tersebar bak peluru senapan
tabur raksasa. Sebarannya membentuk pola radial/kerucut yang akan
menangkap rudal dalam jangkauan sebarannya. Dengan proyektil yang pecah
pada jarak berdekatan, pellet-pellet membentuk awan metal raksasa yang
mampu ‘menjaring’ setiap sasaran. Secara teori, Skyshield mampu mencegat
rudal lawan pada jarak satu sampai tiga kilometer.
Dengan saru magasin yang terdiri dari 224 peluru, kanon ini dirancang
mampu menghalau 10 rudal atau pesawat yang melintas dengan kecepatan
tinggi. Menunjang fleksibilitas, pihak Rheinmetall tak mengharuskan
Skyshield dipasangkan selalu dengan amunis AHEAD, bisa juga untuk
menghemat kocek digunakan amunisi 35 mm konvensional jenis HE (high explosive incendiary) ataupun AP (armor piercing).
Skyshield Fire Control Unit
Beda dengan sista anti serangan udara yang dioperasikan dalam baterai yang terdiri dari beberapa peluncur dengan satu radar sentral. Maka di Skyshield dikenal adanya SFCU (Skyshield Fire Control Unit). Tiga unit SFCU akan membentuk satu baterai, tapi bisa juga lebih. Komponen yang terdiri dari setiap SFCU adalah dua kubah kanon Skyshield 35 mm, satu sensor/radar, dan satu command post (CP) yang independen. Konfigurasi ini memungkinkan cakupan radar yang saling berpotongan, alhasil menambah poin keunggulan ketahahan sistem senjata dari jamming. Singkat cerita, jaringan Skyshield masih tetap akan beroperasi walaupun salah satu SFCU dihancurkan musuh.
Unit sensor Skyshield menyediakan kemampuan pencarian, akusisi,
penjejakan dan penindakan sasaran, kemudian mengirimkannya ke sistem
kendali penembakan untuk memberikan solusi penembakan berdasarkan
sejumlah parameter data yang dihasilkan unit sensor. Sistem yang
dipasang terdiri dari radar pencari, radar penjejak, dan sensor elektro
optik untuk menjejak sasaran. Radar pencari berbentuk kotak dan
beroperasi pada i-band di frekuensi 8,6 – 9,5 Ghz, berputar dengan
kecepatan 40 kali per menit dan memiliki moda gelombang penjejak 2D atau
3D sesuai kebutuhan.
Sistem radar pencari dihubungkan dengan modul IFF (identification friend or foe)
untuk dapat mengenali target di udara. Kemampuan menjejak sasaran
dibagi dalam dua radius: 12 kilometer untuk elevasi -5 sampai 70
derajat, atau 20 kilometer untuk elevasi -5 sampai 42 derajat.
Pemancaran gelombang radar dilengkapi moda burst untuk mencegah jamming, plus modul ECCM (electronic counter measure) untuk menghadapi situasi perang elektronik.
Kemampuan deteksi pada sasaran dengan RCS (radar cross section)
sekelas jet tempur F-16 yakni 20 -25 kilometer tergantung kondisi
cuaca. Sementara untuk deteksi jenis rudal dimulai pada jarak 10
kilometer. Berdasarkan sistem kerjanya, pasokan data dari sistem radar
pencari dikirim ke radar penjejak tipe circular cassegrain yang
kemudian akan memancarkan gelombang radar sempit selebar 2,4 derajat
untuk menyinari sasaran. Dengan kemampuan jangkauan pada azimuth 360
derajat dan elevasi -10 sampai 85 derajat serta fitur peredam gangguan,
maka lawan yang sudah terkunci akan sulit untuk lepas.
Selain bekal sistem radar, SFCU juga masih dilengkapi dengan sistem
elektro optik untuk membantu operator di command post mengindentifikasi
setiap sasaran. Sistem elektro optik yang tersedia sangat lengkap, mulai
dari kamera infra merah, kamera TV, laser range finder, sampai distance
measuring device. Keempat sistem elektro optik ini diselaraskan dengan
arah gerak radar penjejak untuk memastikan sasaran yang diikuti oleh
sistem. Nah, pasokan data dari radar dan sistem elektro optik dikirimkan
ke CP. Command post disini berbentuk kontainer yang dilengkapi
generator dan pendingin udara untuk kenyamanan awak.
Di dalam CP tersedia konsol untuk operator dan komandan SFCU. Konsol
terdiri dari dua LCD besar yang menampilkan sasaran di layar kiri
berikut berbagai macam data terkait seperti vector, kecepatan, dan
perkiraan tipe sasaran. Sementara disisi kanan yang merupakan konsol
komandan menampilkan layar radar. Juru tembak/operator di kursi kiri
mengendalikan joystick yang terkoneksi ke dua kanon Skyshield. Dalam
gelar operasi, tiap unit kanon punya jarak maksimium 500 meter dari SFU.
Apabila SFCU benar-benar di jamming secara masif, tersedia backup
berupa penjejak optik yang distabilisasi. Sistem prosesor pada SFU
menyimpan berbagai macam siluet sasaran, sehingga target yang terbang
pun dapat dikunci secara manual melalui optik yang disalurkan ke layar
TV untuk diambil tindakan.
Di setiap unit kanon Skyshield tersedia mobile desk, yaitu
miniatur dari sistem SFCU yang diawaki dua asisten operator di dalam
sistem mobile desk. Mobile desk letaknya bisa diatur jaraknya dari unit
kanon, untuk menjaga keselamatan operator apabila terkena serangan.
Sistem kanon dioperasikan secara remote dan hanya membutuhkan intervensi
minimal dari operator. Biasanya peran yang dibutuhkan hanya pada saat
pengisian ulang box magasin atau perbaikan kerusakan.
Skyshield ditawarkan dalam dua versi, yang murah menggunakan terpal
pelindung yang dilengkapi dudukan serta rangka baja sehingga komponen
kanon masih terlihat. Untuk versi kedua, yakni Skyshield yang
menggunakan rumah dan pelindung laras dari bahan baja dengan bentuk
cukup futuristik dan stealth. Versi yang kedua jelas ditawarkan lebih
mahal, dengan bekal pelindung maka sistem kanon menjadi terlindungi dari
ancaman senjata ringan dan pecahan artileri. Guna mencegah kehilangan
daya pada saat pengoperasian, tiap unit kanon dilengkapi delapan aki 12
volt sebagai tenaga cadangan. Pihak pabrikan menyebutkan, satu baterai
Skyshield yang terdiri dari minimal tiga SFCU dapat melindungi area
seluas 100 kilometer persegi, sehingga satu baterai dianggap ideal untuk
melindungi satu pangkalan udara atau wilayah industri.
Untuk menyesuaikan kebutuhan, Rheinmetall juga mengembangkan
kemampuan Skyshield lebih lanjut dengan mengembangkan varian MANTIS (modular, automatic, and network capable targeting and interception system),
merupakan sistem yang dikembangkan lebih lanjut untuk menangkal ancaman
serangan artileri, roket, dan mortir. Dengan alokasi pengadaan enam
beterai, diperkirakan TNI AU akan meng-cover lanud-lanud
utamanya dengan Skyshield, terutama bagi lanud strategis yang menaungi
operasional skadron pesawat tempur. Selain Indonesia, Skyshield juga
dipakai oleh militer Swiss dan Afrika Selatan.
Spesifikasi Oerlikon Skyshield 35 mm
Manufaktur : Oerlikon Contraves – Rheinmetall Defence
Sistem Kendali : Remote/DC Servo
Kecepatan Tembak : 1000 proyektil per menit
Kecepatan proyektil : 1.440 meter per detik
Jangkauan Efektif : 4.000 meter
Bobot : 385 kg
Panjang : 4.110 mm
Kapasitas amunisi : 240 peluru per magasin
Sistem Daya : 8×12 volt baterai
0 komentar:
Post a Comment