TNI tidak pernah mentolerir infiltrasi pasukan asing yang mencoba memasuki kedaulatan NKRI.
Paskhas dan Interfet: Timor Timur 1999 (Historia)
Pagi itu 20 September 1999, sekitar pukul 7 waktu Dilli, pesawat
Hercules A97-011 mendarat di Bandara Komoro Dili, membawa pasukan
multinasional yang dipimpin Australia (INTERFET), dari Darwin. Tugas
pertama yang diterima pasukan ini adalah mengamankan bandara udara.Setelah beberapa hari kemudian mereka bertugas memperluas keamanan hingga ke kota Dili, sebelum bergerak mengamankan wilayah yang lebih luas. Dipimpin oleh Major Jenderal Peter Cosgrove, tentara eks-perang Vietnam ini, membawa 11000 prajurit dari 22 negara, untuk “Operation Stabilize”, di bumi Timor Loro Sae, pasca referendum Timor Timur.
Wartawan CM Rien Kuntari, sempat mendeskripsikan kedatangan tentara Australia itu:
“Sirine Bandara Komoro Dili, meraung-raung menyambut kedatangan pesawat milik RAAF. “Lamunan saya langsung buyar ketika pesawat hercules Australia itu membuka ekornya. Saya terkesima melihat puluhan pasukan Australia itu turun sambil berlarian. Wajah mereka sangat tegang, seolah akan menghadapi Perang Dunia Ketiga. Ditambah dengan pakaian seragam yang benar benar terkesan dekil. penampilan seluruh pasukan itu sungguh sungguh tidak enak dilihat. Tak ada sepatah katapun yang terucap ketika berpapasan dengan kami. Mungkin mereka pun mencurigai kami sebagai milisi”.
Episode I:
Samuel Tirta (Personil RI):
77 personil Paskhas dipimpin seorang pama merupakan personil TNI yang paling terakhir meninggalkan Timor Timur (tim-tim). Cukup banyak kisah menegangkan yang mereka alami. Gesekan dengan personil interfet bisa meletus kapan saja saat itu.
Paskhas memang cukup unik. Berkualifikasi komando, pandura, linud, sandha, juga pengatur lintas udara. Ketika Interfet mendarat di lanud komoro pasca jejak pendapat, mereke heran melihat air traffic, atc control lanud diawaki oleh pasukan komando (personil atc dan traffic sudah lebih dulu diungsikan ke kupang sebelum kedatangan interfet.
Insiden terjadi ketika kedatangan Pangkoopsau II (Pak Ian) ke komoro. Begitu hercules yang ditumpangi Pangkoopsau memdarat dan kemudian Pak Ian turun dari pesawat, beberapa personil Interfet (Australia Cs) merengsek maju ke arah Pak Ian dengan laras di depan (posisi menodong senjata). Tindakan arogan ini langsung mendapatkan reaksi keras dari Pak Eka (Kapten Psk./Danden Paskhas) bersama anak buahnya, termasuk pengawal Pak Ian.
Dengan teriakannya Eka menyahut, “Hei!! Ini Jenderal saya! Panglima saya! Keamanan di sini tanggungjwb saya!!
Situasi sangat menegangkan karena posisi saling todong-todongan. Satu letusan saja keluar, pasti tembak menembak jarak dekat terjadi. Apalagi 5 personil pengawal Pak Ian sudah meraba granat masing-masing (karena kalah jumlah, mereka sepakat granat sebagai senjata untuk untuk memperbanyak jumlah korban di pihak lawan jika terjadi kontak).
“Panggil ke sini Panglima kamu!” Bentak Eka.
Dalam briefing sebelumnya Eka sudah mewanti-wanti bahwa jangan kita yang memulai letusan. Misalnya harus terjadi kontak. “Letusan pertama dari saya” kata Eka.
Dalam kapasitasnya sebagai Pangkoopsau II Pak Ian berkali-kali datang ke Timtim meninjau pasukanya. Saat kedatangannya kali ini, kekuatan TNI-AU sudah terpusat di Komoro. Personil Lanud sudah dievakuasi semuanya, sehingga yang tertinggal hanyalah Denpaskhas.
Kepada Danden Paskhas Eka sesaat sebelum meninggalkan Komoro, Pak Ian sempat merangkulnya. Air muka penerbang Hercules ini terlihat sangat murung dan sedih, sejatinya tidak menerima kenyataan yang terjadi. Sambil menitiskan airmata, Pak Ian berpesan kepada Eka, ” Ka.. titip TNI-AU ya..anak-anak di sini semua di tanganmu, sewaktu-waktu jika ada apa-apa, kamu langsung kontak saya. Saya akan perintahkan seluruh kekuatan saya..saya hanya percaya ke kamu. Ini perintah!.
Perintah dari seorang panglima yang dinilai Eka sangat berani dan siap menanggung segala resikonya. “Beliau tahu persis jika terjadi chaos, kami pasti akan hilang semua”.
Episode II
Samuel Tirta:
Kejadian menegangkan juga pecah saat pasukan Interfet bersitegang dengan Linud 700. Kejadian tanggal 4 Oktober ini, dipicu oleh ulah sebuah APC milik Interfet (personil Aussie) yang menabrak pintu pagar depan komplek Itfet yang dijaga personil linud. Terang saja insiden ini membuat linud naik darah dan angkat senjata. Alasan oknum Interfet itu menabrak pagar, karena sedang mengejar milisi hingga tidak sadar menerobos kawasan yang dijaga linud dan brimob.
Besoknya terdengar kabar tentara edan itu dipulangkan ke australia oleh panglimanya.
Rembetan insiden ini juga sampai ke bandara komoro. Denpaskhas langsung siaga, begitu juga personil interfet di sana. Sekali lagi personil di lapangan diwanti-wanti, jangan kita yang memulai tembakan. Jika kontak pecah prosedur pelolosan diaktifkan (induk detasemen tetap bertahan di bandara komoro sampai titik darah penghabisan, dipilih 10 orang personil yang paling militan memulai long march ke perbatasan Indonesia, menyampaikan salam komando kepada Dankorpaskhas dan seluruh jajaran TNI, meski diyakini tidak semua dari 10 orang ini akan berhasil sampai keperbatasan).
Malaysia negara serumpun kita, jiran terdekat turut mengirimkan pasukannya (ATM/PDRM) bergabung dalam misi PBB di Timtim.
Video dibawah ini terlihat bagaimana upaya tentara Australia yang mencoba "main-main" menguji TNI. Alhasil peluru panas pun di lepaskan para prajurit penjaga perbatasan RI - Timor Leste yang di hadiahkan untuk penyusup. Tentara Australia pun lari bersembunyi dan meminta maaf, hingga mengangkat senjata tanda menyerah.
Perang pertama TNI dan Pasukan Australia di Motain Perbatasan RI dan Timor Leste
Lihat kelanjutan dan video lainnya di SINI
0 komentar:
Post a Comment