TRANSLATE

Pertempuran Laut Arafuru (Bagian III)

Posted by

  • Di Kuntit Neptune Belanda

Dengan haluan 000 derajat dan formasi 18, ketiga MTB tersebut dengan serentak meninggalkan RI Multatuli. Setiap kapal membawa 30 anak buah kapal dan sekitar 40 infiltran, putra daerah yang akan didaratkan di Irian untuk memulai perang gerilya. Para infiltran beristirahat di geladak, di sela-sela perahu karet. Inilah alasan utama mengapa Sudomo lebih dulu menerbangkan mereka ke dekat perbatasan dengan pesawat udara, tidak ikut berlayar dengan MTB. Karena secara teknis memang tidak mungkin, kapal-kapal torpedo tersebut mengangkut pasukan sebanyak itu, berlayar sejauh 2.000 mil laut. Pesawat Neptune Sudomo menengok ke belakang. Nampak matahari mulai tenggelam di batas cakrawala, sehingga pemandangan sekeliling semakin lama semakin suram. Dari geladak RI Multatuli, yang terlihat hanya bayangan tiga kapal melaju dengan cepat, seakan-akan timbul tenggelam di antara gelombang laut Arafuru.

"Laut sekeliling kami hitam pekat, malam itu bulan tak muncul di langit, mata kami semua memandang tajam ke arah radar," kata Sidhoparomo, Komandan RI Matjan Kumbang. MTB tersebut berada paling belakang, satu-satunya kapal yang tetap boleh menyalakan radar, karena bertugas sebagai Kapal Jaga Operasi (KJO). Sewaktu Jam menunjukkan pukul 19.30, Sudomo lewat radio walkytalky mengarahkan haluan konvoi untuk menuju 059 derajat. Inilah arah paling singkat untuk mencapai Vlakke Hoek, daerah tujuan yang terletak di pantai sebelah timur Sungai Aiduna. Iring-iringan ke tiga MTB di Laut Arafuru ini agaknya tidak merasa, bahwa sejak pukul 20.25, mereka sebenarnya telah terdeteksi dari udara oleh Letnan H. Muckar Danoe, yang sedang berpatroli dengan pesawat Neptune. "Jarak pada saat itu lebih kurang sekitar 60 mil dari Vlakke Hoek," kata Mockar Danoe, keturunan Indonesia yang menjadi warga negara Belanda dan masuk dalam dinas militer Koninklijke Marine (KM), Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Dengan tangkas mereka langsung mengirim tanda bahaya dini kepada Hr. Ms. Evertsen, Hr. Ms. Kontenaer dan Hr. Ms. Utrecht yang juga sedang berpatroli di perairan setempat. Pukul 21.45 pesawat Neptune tersebut mulai mengambil posisi siap menyerang. Untuk menerangi sasaran, mereka lebih dulu menembakkan flare (roket suar). Hr. Ms. Evertsen Sayang sekali flare tesebut tidak menyala, sehingga roket juga tidak jadi di tembakkan. Pada saat itulah RI Matjan Kumbang sebagai kapal jaga melaporkan kepada Rl Harimau yang berada paling depan, mengenai adanya sebuah pesawat terbang yang melintas di atas konvoi. Secara bersamaan dilaporkan pula bahwa radar Matjan Kumbang telah mendeteksinya 2 echo pada baringan 070 derajat, dalam jarak sekitar 9 mil. "Saya segera mengambil teropong, saya telusuri cakrawala sesuai informasi dari Matjan Kumbang. Memang benar mulai terlihat siluet kapal perang Belanda di arah lambung kanan dan satu lagi di lambung kiri, Dengan gampang bisa kita kenali jenisnya, yang di lambung kanan adalah sebuah fregat dan sebuah kapal perusak (destroyer) kelas Holland, melihat cerobong muka yang bagian atasnya ada lekuk ke belakang. Dan di lambung kiri ada satu fregat lagi," kata Sudomo.

Terlihatnya tiga kapal musuh tersebut langsung diinformasikannya kepada Moersjid, yang berada di RI Harimau. Mereka kemudian tahu, kapal tersebut masing-masing adalah Hr. Ms. Evertsen, Hr. Ms. Kontenaer dan kapal ketiga Hr. Ms. Utrecht, “Saya berkesimpulan, keberadaan kapal kita telah diketahui oleh musuh. Misi ini tak bisa dilanjutkan, harus dibatalkan. Tak pernah ada perintah operasi untuk menyerang Belanda, apalagi karena kita tidak punya senjata utama torpedo...". Persenjataan tidak seimbang, fregat dan destroy Belanda memiliki meriam 4,7 inci (12 cm) sebagai senjata utama, sedangkan KCT kita hanya memiliki senjata 40 mm dan 12,7 mm untuk menangkis serangan udara.  

  • Kontak Senjata Pun Terjadi

Pukul 21.50 Sudomo memerintahkan ketiga MTB putar haluan menuju arah 239 derajat dan menghindar secepat-cepatnya, untuk bisa kembali ke pangkalan. Nyaris secara serentak, ketiga kapal tersebut cikar kanan, menuju haluan 239 derajat. RI Harimau dengan kecepatan tinggi melampaui lambung kiri Matjan Kumbang, merubah haluan ke 239 derajat. Tetapi sementara itu, dengan mengejutkan, Matjan Tutul Justru memakai kekuatan penuh, lewat sebelah kanan Matjan Kumbang dan malahan langsung mengambil haluan 329 derajat. Haluan ini justru mengarah ke posisi Hr. Ms. Evertsen. "Saya juga segera memerintahkan, kapal untuk langsung cikar kanan, sesuai perintah komandan STC IX, tetapi mendadak kemudi macet. Akibatnya kapal tak bisa ke depan, tetapi langsung berputar membuat lingkaran besar. Dalam situasi kritis ini, saya sangat terkejut, ketika justru disalip oleh Matjan Tutul dengan cepat kata Sidhoparomo, Matjan Kumbang baru bisa mengarah ke haluan yang benar, 239 derajat, setelah mereka memanfaatkan kemudi darurat di buritan kapal. 

Serangan yang kedua oleh Neptune di ulang pada pukul 22.02. Tembakan peluru suar menerangi seluruh cakrawala, dilanjutkan dengan tembakan roket mengarah ke formasi STC IX, tetapi tidak ada yang mengenai sasaran. Tiga menit kemudian, begitu melihat bayangan pesawat terbang di atas formasi "Saya langsung perintah tembakan ke sasaran" kata Sidhopramono. Kedua meriam penangkis serangan udara 40 mm dan kedua senapan mesin 12,7 mm menyalak serentak. Pada pukul 22.07 Hr. Ms. Evertsen pertama kali memuntahkan peluru Meriam 12 cm kepada Matjan Tutul karena diduga akan mengadakan serangan torpedo karena haluan 329 derajat yang mengarah kepadanya. Komodor Yos Sudarso Deputi I Angkatan Laut RI Pukul 22.08 terdengar lewat radio, perintah legendaris dari Komodor Yos Soedarso, "KOBARKAN SEMANGAT PERTEMPURAN". 

Serentak dengan itu, tembakan dari kedua senjata 40 mm Matjan Tutul di arahkan langsung ke Hr. Ms. Evertsen. Tembakan yang memang sia-sia, karena letak sasaran berada jauh di luar jangkauan. Nampaknya pada saat itu, Yos Soedarso sudah mengambil alih pimpinan Matjan Tutul dari tangan Kapten Wiratno. Pukul 22.10, sebuah tembakan Evertsen tepat mengenai buritan Matjan Tutul. Terjadi kebakaran kecil yang segera berhasil dipadamkan. Saat itu Matjan Tutul berganti haluan ke kiri, mengarah 239 derajat. Melihat manuver tersebut, Evertsen juga putar haluan ke kanan, ke haluan sejajar 239 derajat sambil terus menghujani Matjan Tutul dengan tembakan Meriam 12 cm. Pukul 22.30, tembakan tepat kedua dari Evertsen mengenai bagian tengah Matjan Tutul. Kapal terlihat meledak, penumpangnya berhamburan di antara kobaran api yang sangat besar. Pukul 22.35, tembakan Evertsen sekali lagi tepat kena anjungan RI Matjan Tutul, Kapal tersebut berhenti bergerak, dan pukul 22.50 mulai tenggelam ke dasar laut. Sepuluh menit kemudian, Evertsen melanjutkan pengejaran dan terus menghujani RI Harimau dengan siraman tembakan selama satu jam. Untung, tak satu pun peluru kena sasaran. "Saya alumni sekolah Artileri Angkatan Laut Belanda, Kursus pengendalian tembakan (Vuurleider Cursus). Maka saya tahu bagaimana caranya menghindari tembakan artileri kapal Belanda. Sampai akhirnya pada sekitar pukul 23.45, Evertsen tak lagi melakukan pengejaran..." Saat itu pula Sudomo dengan sigap segera mengirim kawat ke MBAL di Jakarta. Ia memohon agar pihak MBAL secepatnya meminta bantuan MBAU untuk mengirim pesawat pembom AURI. "Saya minta mereka membom saja kapal-kapal Belanda yang sedang mengejar tersebut, karena jelas mereka semua sudah masuk ke dalam wilayah teritorial perairan Indonesia". 

Menurut Men/Pangal Martadinata kawat tersebut memang sampai ke Jakarta dan diteruskan ke MBAU, namun tampaknya Angkatan Udara ada kesukaran teknis operasional untuk dapat memenuhi permintaan yang sifatnya mendadak dan tidak terencana sebelumnya.  

  • Penjelasan Ahmad Yani
Pukul 22.10, tembakan pertama meriam 12 cm dari Kontenaer mulai menghujani Matjan Kumbang. "Posisi kami sangat sulit, sekitar satu jam kami dihujani tembakan. Tetapi, setiap kali ada peluru jatuh di sebelah kanan, justru ke sana kapal saya arahkan. Begitu tembakan musuh jatuh ke kiri kapal, ke arah itu pula arah kapal saya". Taktik menghindar dari serangan sebagaimana telah diperlihatkan Matjan Kumbang, ternyata membuahkan hasil. Meskipun kapalnya ditembaki oleh Hr. Ms. Kontenaer hanya dari jarak sekitar lima mil, terbukti RI Matjan Kumbang berhasil lolos. Terlebih lagi setelah Sidhopramono dengan nekat membawa kapalnya menembus masuk ke Laut karang ke dalaman tiga meter. Kontenaer tak lagi herani mengejar. "Sudah saya duga, sesuai dengan ukuran kapalnya, mereka pasti memerlukan kedalaman laut yang jauh di atas tiga meter. Sehingga mereka pasti tak akan berani mengejar", kata Sidhopramono. 

Pertempuran laut antara ketiga MTB Indonesia dengan dua kapal perang Belanda yang dibantu oleh pesawat terbang Neptune, memang berlangsung dahsyat. "...saya justru menilainya cantik, penuh bunga api wama-wami dengan latar belakang langit hitam pekat. Kecuali itu, berlangsung sebagai layaknya pertarungan antar gentleman, jelas saling berhadap-hadapan. 

Tidak sebagaimana pertempuran di darat, kedua pihak saling bersembunyi sehingga sama sekali tak nampak batang hidungnya" kata Moersjid mengenang pertempuran tersebut. Di Jakarta keesokan harinya, tanggal 16 Januari, Presiden / Panglima Besar Komando Pembebasan Irian Barat mengadakan Sidang luar biasa untuk membahas insiden Laut Arafuru. Persidangan tersebut dihadiri oleh semua Kepala Staf Angkatan dan seluruh Staf Operasi Pembebasan Irian Barat. Sesudah satu seperempat jam bersidang, Kolonel Achmad Yani, juru bicara Staf Operasi Pembebasan Irian Barat, menjelaskan kepada pers, "Tidak benar Indonesia bermaksud mencoba melakukan invasi." "Tidak benar Indonesia bermaksud mengadakan pendaratan Itu sudah tidak mungkin, kalau melihat tipe kapalnya saja. MTB bukan imbang terhadap kapal-kapal perusak yang dikerahkan oleh Belanda. Kalau kita mau menyerang, tentu kekuatan yang kita kerahkan paling tidak mesti seimbang dengan apa yang mereka ajukan..." Achmad Yani juga mengakui pada kesempatan itu, sebuah Kapal Cepat Torpedo kepunyaan ALRI telah ditenggelamkan oleh pihak Belanda. Awak RI Matjan Tutul yang selamat ditawan di atas kapal Hr. Ms. Evertsen Komando Angkatan Laut Belanda di Hollandia, Irian, pada hari yang sama juga mengeluarkan pengumuman, "Kapal-kapal perang Indonesia yang dengan kecepatan tinggi sedang menuju ke pantai Irian telah melepaskan tembakan kepada kapal-kapal Belanda. Dalam pertempuran yang kemudian dengan cepat berlangsung, sebuah Kapal Cepat Torpedo (KCT) Indonesia terbakar ‘Kapal-kapal Belanda berhasil menangkap awak kapalnya yang mencoba menyelamatkan diri dalam sebuah sekoci pendarat karet, jumlah orang Indonesia yang tertangkap itu dua kali lebih besar dari jumlah awak kapal yang normal diperlukan bagi sebuah kapal cepat torpedo. Normal awak kapal jenis tersebut adalah 20 sampai 30 orang. Tetapi agaknya, MTB Indonesia mengangkut 70 sampai 90 orang. Hal ini menunjukkan pihak Indonesia sedang berusaha melakukan pendaratan di pantai Irian. Petang harinya Radio Australia memberitakan, Belanda menawan 50 prajurit Indonesia dalam pertempuran itu, kapal-kapal perang Belanda mulai menembak suatu formasi kapal-kapal Indonesia yang sedang bergerak di perairan teritorial Belanda, di arah selatan Irian. Berita dari Den Haag, Negeri Belanda, yang dilaporkan oleh Kantor Berita Belanda DPA melukiskan, meluasnya perasaan khawatir dengan kenyataan, kapal-kapal Belanda telah melepaskan tembakan lebih dulu.

Selanjutnya lebih lengkap di Daftar Isi


Blog, Updated at: 2:56:00 PM

0 komentar:

Post a Comment

Follow with G+

---------------------------------------------

---------------------------------------------

STATISTIK