TRANSLATE

Pertempuran Laut Arafuru (Bagian I)

Posted by


  • Markas Besar Angkatan Laut Awal Januari 1962

Wajah Menteri/Panglima Angkatan Laut Laksamana Raden Eddy Martadinata nampak agak kurang cerah, ketika pulang dari rapat Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat yang baru saja diikutinya di Istana Negara. Lembaga ini merupakan komando Operasi militer paling tinggi yang dibentuk dengan tugas khusus untuk membebaskan Irian Barat. Komando tersebut dipimpin langsung oleh Presiden / Panglima Tertinggi Soekarno. Dalam komando pelaksanaan tugas tersebut, Bung Karno memegang Jabatan Panglima Besar. Ia dibantu seorang Wakil Panglima Besar, dijabat oleh Jenderal Abdul Haris Nasution serta didukung Kepala Staf, Kolonel Achmad Yani. Sebagai seorang pelaut profesional, komitmen Martadinata dalam menangani segala macam permasalahan kelautan, tidak ada yang meragukan. Semasa perang kemerdekaan, ketika banyak warga masyarakat Indonesia masih belum memahami arti pentingnya peranan laut, Martadinata telah diberi tugas oleh KSAL Subyakto untuk menyelenggarakan sekaligus memimpin Special Operation (S.O).

Menurut Subyakto, S.O merupakan lembaga pendidikan lanjutan untuk para perwira laut, Pendidikan tersebut diselenggarakan khusus untuk mempersiapkan para perwira laut yang akan bertugas memimpin armada kapal-kapal cepat. Kapal tersebut dirancang bisa menembus Blokade Belanda, agar pasukan Republik tetap memperoleh senjata dan amunisi untuk meneruskan perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan.

Pendidikan S.O mengambil tempat di Telaga Sarangan, Lereng Gunung Lawu, Jawa Timur, tempat di tepi Usaha menerobos blokade kecuali berbahaya terbukti sangat penting. Apalagi karena kenyataannya, semasa perang kemerdekaan Indonesia, Angkatan Laut Belanda melakukan blokade secara total terhadap wilayah Republik. Dengan demikian bisa dimaklumi, meskipun pada saat itu Martadinata menghadapi kendala kelangkaan dana dan daya, namun dia telah berfikir jauh ke depan. Ia sudah mengantisipasi datangnya peluang dengan kapal cepat untuk bisa menerobos blokade lawan, sebagai salah satu upaya untuk tetap bisa mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara. Pada siang itu, selesai menghadiri rapat di Istana, Martadinata langsung mengumpulkan seluruh anggota Staf Operasi MBAL. Dengan kalimat jernih, kepada semua stafnya, dia mengungkapkan hasil rapat di Istana. "Presiden / Panglima Tertinggi baru saja memerintahkan untuk segera dilakukan infiltrasi, mendaratkan pasukan untuk masuk ke wilayah Irian Barat...", Menurut Martadinata, sambil menunggu perintah Bung Karno, infiltrasi tersebut akan dilakukan oleh satu kompi pasukan angkatan darat, terdiri dari para putera daerah asal Irian. Pasukan yang bakal dikategorikan sebagai sukarelawan termasuk sebelumnya sudah melakukan latihan militer dengan cukup intensif.

Sesuai perintah Panglima Tertinggi, infiltrasi akan dilakukan melalui laut, tanggal 15 Januari pukul 24.00, dengan sasaran wilayah di arah Selatan Kaimana, di sekitar Vlakke Hoek. Dengan cepat melirik Sudomo, Martadinata langsung menambahkan, "Siapkan material dan personil untuk menunjang Operasi tersebut", Letnan Kolonel Sudomo, Kepala Direktorat Operasi dan Latihan MBAL, segara menjawab dengan singkat, "Siap Pak, kami laksanakan." Sudomo sama sekali tidak heran dengan datangnya keputusan rapat semacam itu. Dalam benaknya masih segar ingatan mengenai suasana pada tanggal 19 Desemher 1961, kurang dua Minggu sebelum rapat di MBAL ini berlangsung. Di depan rapat raksasa Alun-alun Utara Yogyakarta, Presiden / Panglima Tertinggi baru saja mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora).

lsi perintah yang disampaikan secara langsung di depan massa tersebut mencakup tiga hal: 
Pertama, Gagalkan pembentukan Negara Papua.
Kedua, Kibarkan bendara Marah Putih di bumi Irian Barat. 
Ketiga, Perintah mobilisasi. 

Pada saat itu Sudomo merasa yakin, rapat yang baru saja diikuti oleh Men/Pangal, merupakan salah satu bentuk penjabaran dalam pelaksanaan Trikora. Terutama, sesudah dia juga menyadari, pada tanggal 2 Januari 1962, lewat Surat keputusan Presiden No. I tahun 1962, Bung Karno telah menunjuk Mayor Jenderal Soeharto untuk memegang Jabatan Panglima Komando Mandala. 

Persengketaan Sejak KMB Persengketaan antara pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda mengenai wilayah Irian Barat sudah berlangsung sejak berakhirnya Konferensi Meja Bundar (KMB). Hasil utama KMB adalah pengakuan kedaulatan bagi Republik Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia Belanda dengan pengecualian, wilayah Irian Barat. Pembahasan terhadap wilayah seluas 160.618 mil persegi yang terletak di ujung timur wilayah Indonesia tersebut, sesuai dengan keputusan KMB, disepakati untuk ditunda satu tahun kemudian. Jangka waktu setahun sesuai kesepakatan awal KMB, akhir malah berlarut-larut. 

Pemerintah Belanda dengan nekat terus mempertahankan wilayah tersebut. Sementara usaha Indonesia membawa persengketaan ini agar bisa dibicarakan dalam sidang umum PBB menemui kegagalan. Kegagalan tersebut sebagai akibat pelaksanaan perhitungan suara PBB pada akhir November 1957 menunjukkan : 41 negara mendukung, 29 menentang dan sebelas negara abstain. Hasil perhitungan suara tersebut artinya, masih kurang 14 suara agar bisa mencapai dua pertiga jumlah negara anggota, untuk mengangkat persengketaan Irian Barat masuk dalam agenda sidang umum PBB. Situasi semacam ini akhirnya memaksa pemerintah Indonesia menempuh jalan lain. Awal Desember tahun 1957, jalan Iain tersebut mulai muncul. Uni Indonesia Belanda sesuai hasil KMB, secara sepihak dibatalkan oleh pemerintah Indonesia. Langkah keras ini berlanjut dengan pengusiran sekitar 50.000 warga negara Belanda serta dinasionalisasikannya semua milik Belanda yang tertinggal di Indonesia. 

Pihak Belanda tampaknya tetap saja berkepala batu. Pertengahan April 1960, mereka justru mengumumkan diperkuatnya pertahanan Irian Barat dengan mendatangkan sebuah kapal induk, penambahan jumlah pasukan infanteri serta diperbantukannya satu skuadron pesawat Jet tempur. Di samping memperkuat pertahanan di Irian, pemerintah Belanda juga mengumumkan rencana pembentukan negara Papua, langkah semacam ini jelas tidak baik, tidak meredakan ketegangan antara Indonesia dan Belanda. Justru memaksa pihak Indonesia mengambil langkah drastis. Pada pertengahan Agustus 1959, di tengah-tengah pidato memperingati Proklamasi Kemerdekaan, Presiden Soekarno menyatakan putusnya hubungan diplomatik antara kedua negara. Sampailah kemudian, dengan memilih tanggal dimulainya Agresi Militer pertama ke ibukota Republik di Yogyakarta 19 Desember 1948. Bung Karno pada tanggal yang sama dan kata yang sama juga, mengumumkan Tri Komandan Rakyat, Sesudah menerima perintah dari Men/Pangal untuk mempersiapkan perintah operasi, Letkol Sudomo kemudian menyelenggarakan rapat staf. Dalam rapat tersebut dibahas berbagai macam alternatif. 

Menurut kajian, kapal selam merupakan sarana angkutan infiltran yang paling ideal dan tidak banyak menghadapi resiko. Hanya saja, kapal selam memiliki keterbatasan dan daya angkut jumlah pasukan. Di samping itu, pada kenyataannya armada kapal selam Indonesia saat itu masih belum siap untuk mendukung operasi infiltrasi. Secara sangat kebetulan, pada saat itu armada ALRI baru saja diperkuat dengan kedatangan delapan Kapal Cepat Torpedo (KCT) Motor Torpedo Boat (MTB) yang dibeli dari Jerman. Barat. Empat dari delapan KCT itulah yang kemudian dipilihnya sebagai kapal pengangkut infiltran. Alasan untuk memilih KCT karena KCT merupakan kapal paling baru, larinya Cepat dan mudah bergerak dengan tangkas seandainya harus membawa tambahan pasukan. Pada rapat terbatas ini juga sudah ikut dibahas kelemahan mendasar dari MTB eks Jerman Barat tersebut.

Industri Jerman yang baru saja kalah dalam PD II dibatasi dalam memproduksi peralatan perang. Termasuk kena pembatasan produksi torpedo. Dengan demikian MTB yang sewajarnya harus selalu membawa senjata utama torpedo, diterima Indonesia dengan tabung torpedo dikosongkan. Semua rencana awak MTB Jerman tersebut akan di lengkapi torpedo yang akan dibeli dari Inggris. Sayangnya setelah konflik Irian Barat semakin panas, Inggris justru memberlakukan larangan pengiriman senjata strategis, termasuk torpedo terhadap Indonesia.

Selanjutnya di  Pertempuran Laut Arafuru (Bagian II)


Blog, Updated at: 2:57:00 PM

0 komentar:

Post a Comment

Follow with G+

---------------------------------------------

---------------------------------------------

STATISTIK