TRANSLATE

Fakta Densus 88 Pantas Dibubarkan

Posted by

Tuntutan pembubaran Densus merebak dimana-mana dan diserukan berbagai kalangan. Ini terutama setelah kedatangan Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin ke Mabes Polri (28/2) dengan membawa video kekejaman Densus kepada 18 umat Islam di Poso. Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam rilisnya (Sabtu 2/3) juga menyarankan agar Densus 88 dibubarkan dan personilnya yang terlibat penyiksaan diadili sebagai pelaku tindak pidana penyiksaan. Bahkan saran Neta sudah disampaikan di depan para kasat Brimob se Indonesia di Watukosek Jawa Timur Februari lalu. Kabarnya Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin juga mendukung usulan pimpinan Ormas Islam untuk pembubaran Densus 88 tersebut.  - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/04/16/mengapa-dan-bagaimana-densus-88-harus-dibubarkan.html#sthash.RZQ89bMv.dpuf
Tuntutan pembubaran Densus merebak dimana-mana dan diserukan berbagai kalangan. Ini terutama setelah tewasnya warga Klaten, Jawa tengah Siyono oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri meninggalkan dua pertanyaan penting.

Pertama, apa dasar negara menghilangkan nyawa warganya bernama Siyono?
Pertanyaan kedua adalah, apa dasar Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap Siyono. Desnsus 88 Antiteror Mabes Polri hingga sekarang tidak mampu membuktikan keterlibatan Siyono dalam kelompok terorisme.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam rilisnya (Sabtu 2/3) juga menyarankan agar Densus 88 dibubarkan dan personilnya yang terlibat penyiksaan diadili sebagai pelaku tindak pidana penyiksaan. Bahkan saran Neta sudah disampaikan di depan para kasat Brimob se Indonesia di Watukosek Jawa Timur Februari lalu. Kabarnya Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin juga mendukung usulan pimpinan Ormas Islam untuk pembubaran Densus 88 tersebut.

Dalam wawancara eksklusif dengan Tabloid Suara Islam edisi 154 (22 Maret – 5 April 2013), menjawab pertanyaan apakah selama ini Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat ? Daming menegaskan: Sangat jelas, Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat. Ciri cirinya telah diatur dalam Pasal 8 dan 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yakni genosida dan kejahatan kemanusian. Semua unsur itu dengan sistimatis telah terpenuhi oleh Densus. Densus melakukan hukuman mati tanpa peradilan (extra judicial killing) dan memberlakukan korban dengan cara tidak manusiawi. Jadi kelakuan personil Densus itu  jelas memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat. Hanya orang bodoh saja yang tidak mengakuinya sebagai pelanggaran HAM berat.
Sebagaimana dilaporkan Elemen Muslim Surakarta dalam pernyataan mereka pada aksi di atas menemukan 11 fakta tentang Densus 88 bahwa:
  1. Densus 88 disponsori dan dilatih Negara Barat untuk kepentingan Amerika dan Australia dalam memerangi Aktivis Muslim dan Gerakan Islam di Indonesia.Target operasi Densus 88 sebagian besar adalah Ulama dan Aktivis Muslim.
  2. Densus 88 mengabaikan asas praduga tak bersalah, Densus 88 sering menembak mati seseorang yang statusnya baru terduga tanpa ada adanya putusan pengadilan. Korban yang ditembak mati Densus 88 meninggal dengan luka tembak yang mengenaskan.
  3. Densus 88 sering menembak mati seseorang yang sama sekali tidak terkait dengan kasus terorisme.
  4. Densus 88 juga sering salah tangkap seseorang  yang akhirnya dipulangkan tanpa ada permintaan maaf, rehabilitasi maupun kompensasi
  5. Sebagian besar tersangka teroris tidak diberikan haknya dalam memilih pengacara oleh Densus 88
  6. Dalam kurun waktu 7×24 jam sering terjadi penganiayaan dan tekanan secara fisik dan psikis terhadap tersangka teroris oleh Densus 88 yang mengakibatkan luka ringan, luka berat, luka permanen dan menyebabkan trauma korban.
  7. Densus 88 sering melakukan aksi arogansi terhadap keluarga terorisme terlebih kepada anak - anak.
  8. Densus 88 sering memperlambat pemulangan jenazah yang statusnya baru terduga terorisme. Sehingga pemakaman jenazah yang semestinya menurut hukum agama Islam disegerakan menjadi tertunda.
  9. Densus  88 diskriminatif, kasus penembakan di Papua yang mengakibatkan meninggalnya anggota TNI/Polri justru tidak bertindak.
  10. Oknum Densus yang merusak, membunuh, memenyiksa dan menganiaya terduga teroris belum pernah diadili di pengadilan umum
Pegiat  ICAF (Indonesian Crime Analyst Forum) Mustofa B. Nahrawardaya dalam tulisannya bertajuk “Kekejaman Densus Bukan Desas-desus” mengatakan bahwa pemberantasan terorisme ala Densus ini sudah sangat keterlaluan, seperti yang dilakukan oleh Densus dalam simulasi pemberantasan terorisme di Surabaya tahun 2009.  Astaghfirullahal Azhiim, simulasi pemberantasan terorisme itu dilakukan di Masjid dan aparat Densus yang melakukan simulasi tidak mencopot sepatu mereka. Jelas ini provokasi yang mengingatkan kita kepada masuknya seorang anggota ABRI (sekarang TNI) tanpa melepas sepatu di sebuah masjid di Tanjung Priok Jakarta yang menyulut meletusnya kasus Priok tahun 1985.

Bulan Januari tahun 2013 lalu dalam forum Temu Pembaca Suara Islam di Masjid Baiturrahman Jakarta berkali-kali Ibu Hajjah Fatma, ibunda almarhum Anas Wiryanto, salah satu korban penembakan Densus 88 di Dompu Nusa Tenggara Barat menjerit di depan para hadirin “Bubarkan Densus 88 pak!  Mereka sudah zalim, telah membunuh anak saya yang tidak bersalah.!”

Ibu Hajah Fatmah pun menegaskan bahwa keliru besar pemberitaan media massa yang menyebut anaknya teroris apalagi mayatnya akan ditolak oleh penduduk Dompu, kampung halaman almarhum Anas. Ibu Fatma yang sudah berhari-hari di Jakarta berusaha untuk memulangkan jenazah anaknya menegaskan bahwa Anas sangat baik kepada lingkungan dan dicintai masyarakat di kampung halamannya.
 
Ibu Hajah Fatma datang bersama tiga keluarga korban penembakan ngawur Densus 88 lainnya untuk mengadukan nasib mereka yang dizalimi Densus 88. Jenazah anaknya pun tidak mereka kembalikan ke tempat mereka mengambil. Padahal anaknya yang tak berdosa itu dibunuh dan dibawa ke Jakarta. Petugas menolak mengembalikan jenazah tersebut dengan alasan tidak ada biayanya. Benar-benar tidak bertanggung jawab! Setelah mendapatkan tekanan dari MUI dan komnas HAM akhirnya pihak Densus memenuhi tuntutan Hj Fatma dan keluar para korban pelanggaran HAM oleh densus lainnya.
Mantan Komisioner HAM Dr. Saharudin Daming  yang pernah ditugasi memimpin Tim Investigasi Komnas HAM untuk pelanggaran HAM oleh Densus 88 mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat yang dilakukan personil Densus bisa menjadikan kepala Densus diseret ke Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Courts) di Den Haag sebagaimana para penjahat perang Serbia yang melakukan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusian dalam perang di Bosnia Herzegovina (1992-1995).

Sekali lagi, kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan Densus 88 "tak sampai" ke telinga pemerintah, bahkan terduga yang tidak pernah terbukti dipengadilan pun berhak mereka bunuh. Beda halnya ketika Kopassus di tekan saat menghadapi separatis OPM yang telah jelas makar dan membunuh anak - anak bangsa terbaik yang menjaga kedaulatan negara, ditekan, hingga anggaran pun dikurangi.
Fakta-fakta Pelanggaran HAM oleh Densus 88

Sebagaimana dilaporkan Arrahmah.com, JAT Solo dan Elemen Muslim Surakarta dalam pernyataan mereka pada aksi di atas menemukan 11 fakta tentang Densus 88 bahwa:

  1. Densus 88 disponsori dan dilatih Negara Barat untuk kepentingan Amerika dan Australia dalam memerangi Aktivis Muslim dan Gerakan Islam di Indonesia.
  2. Target operasi Densus 88 sebagian besar adalah Ulama dan Aktivis Muslim.
  3. Densus 88 mengabaikan asas praduga tak bersalah, Densus 88 sering menembak mati seseorang yang statusnya baru terduga tanpa ada adanya putusan pengadilan. Korban yang ditembak mati Densus 88 meninggal dengan luka tembak yang mengenaskan.
  4. Densus 88 sering menembak mati seseorang yang sama sekali tidak terkait dengan kasus terorisme.
  5. Densus 88 juga sering salah tangkap seseorang  yang akhirnya dipulangkan tanpa ada permintaan maaf, rehabilitasi maupun kompensasi
  6. Sebagian besar tersangka teroris tidak diberikan haknya dalam memilih pengacara oleh Densus 88
  7. Dalam kurun waktu 7×24 jam sering terjadi penganiayaan dan tekanan secara fisik dan psikis terhadap tersangka teroris oleh Densus 88 yang mengakibatkan luka ringan, luka berat, luka permanen dan menyebabkan trauma korban.
  8. Densus 88 sering melakukan aksi arogansi terhadap keluarga terorisme terlebih kepada anak–anak.
  9. Densus 88 sering memperlambat pemulangan jenazah yang statusnya baru terduga terorisme. Sehingga pemakaman jenazah yang semestinya menurut hukum agama Islam disegerakan menjadi tertunda.
  10. Densus  88 diskriminatif, kasus penembakan di Papua yang mengakibatkan meninggalnya anggota TNI/Polri justru tidak bertindak.
  11. Oknum Densus yang merusak, membunuh, memenyiksa dan menganiaya terduga teroris belum pernah diadili di pengadilan umum

Pegiat  ICAF (Indonesian Crime Analyst Forum) Mustofa B. Nahrawardaya dalam tulisannya bertajuk “Kekejaman Densus Bukan Desas-desus” mengatakan bahwa pemberantasan terorisme ala Densus ini sudah sangat keterlaluan, seperti yang dilakukan oleh Densus dalam simulasi pemberantasan terorisme di Surabaya tahun 2009.  Astaghfirullahal Azhiim, simulasi pemberantasan terorisme itu dilakukan di Masjid dan aparat Densus yang melakukan simulasi tidak mencopot sepatu mereka. Jelas ini provokasi yang mengingatkan kita kepada masuknya seorang anggota ABRI (sekarang TNI) tanpa melepas sepatu di sebuah masjid di Tanjung Priok Jakarta yang menyulut meletusnya kasus Priok tahun 1985.
Bulan Januari lalu dalam forum Temu Pembaca Suara Islam di Masjid Baiturrahman Jakarta berkali-kali Ibu Hajjah Fatma, ibunda almarhum Anas Wiryanto, salah satu korban penembakan Densus 88 di Dompu Nusa Tenggara Barat menjerit di depan para hadirin “Bubarkan Densus 88 pak!  Mereka sudah zalim, telah membunuh anak saya yang tidak bersalah.!”

Ibu Hajah Fatmah pun menegaskan bahwa keliru besar pemberitaan media massa yang menyebut anaknya teroris apalagi mayatnya akan ditolak oleh penduduk Dompu, kampung halaman almarhum Anas. Ibu Fatma yang sudah berhari-hari di Jakarta berusaha untuk memulangkan jenazah anaknya menegaskan bahwa Anas sangat baik kepada lingkungan dan dicintai masyarakat di kampung halamannya.
 
Ibu Hajah Fatma datang bersama tiga keluarga korban penembakan ngawur Densus 88 lainnya untuk mengadukan nasib mereka yang dizalimi Densus 88. Jenazah anaknya pun tidak mereka kembalikan ke tempat mereka mengambil. Padahal anaknya yang tak berdosa itu dibunuh dan dibawa ke Jakarta. Petugas menolak mengembalikan jenazah tersebut dengan alasan tidak ada biayanya. Benar-benar tidak bertanggung jawab! Setelah mendapatkan tekanan dari MUI dan komnas HAM akhirnya pihak Densus memenuhi tuntutan Hj Fatma dan keluar para korban pelanggaran HAM oleh densus lainnya. 

Mantan Komisioner HAM Dr. Saharudin Daming  yang pernah ditugasi memimpin Tim Investigasi Komnas HAM untuk pelanggaran HAM oleh Densus 88 mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat yang dilakukan personil Densus bisa menjadikan kepala Densus diseret ke Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Courts) di Den Haag sebagaimana para penjahat perang Serbia yang melakukan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusian dalam perang di Bosnia Herzegovina (1992-1995).

Dalam wawancara eksklusif dengan Tabloid Suara Islam edisi 154 (22 Maret – 5 April 2013), menjawab pertanyaan apakah selama ini Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat ? Daming menegaskan: Sangat jelas, Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat. Ciri cirinya telah diatur dalam Pasal 8 dan 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yakni genosida dan kejahatan kemanusian. Semua unsur itu dengan sistimatis telah terpenuhi oleh Densus. Densus melakukan hukuman mati tanpa peradilan (extra judicial killing) dan memberlakukan korban dengan cara tidak manusiawi. Jadi kelakuan personil Densus itu  jelas memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat. Hanya orang bodoh saja yang tidak mengakuinya sebagai pelanggaran HAM berat.
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/04/16/mengapa-dan-bagaimana-densus-88-harus-dibubarkan.html#sthash.RZQ89bMv.dpuf
Fakta-fakta Pelanggaran HAM oleh Densus 88

Sebagaimana dilaporkan Arrahmah.com, JAT Solo dan Elemen Muslim Surakarta dalam pernyataan mereka pada aksi di atas menemukan 11 fakta tentang Densus 88 bahwa:

  1. Densus 88 disponsori dan dilatih Negara Barat untuk kepentingan Amerika dan Australia dalam memerangi Aktivis Muslim dan Gerakan Islam di Indonesia.
  2. Target operasi Densus 88 sebagian besar adalah Ulama dan Aktivis Muslim.
  3. Densus 88 mengabaikan asas praduga tak bersalah, Densus 88 sering menembak mati seseorang yang statusnya baru terduga tanpa ada adanya putusan pengadilan. Korban yang ditembak mati Densus 88 meninggal dengan luka tembak yang mengenaskan.
  4. Densus 88 sering menembak mati seseorang yang sama sekali tidak terkait dengan kasus terorisme.
  5. Densus 88 juga sering salah tangkap seseorang  yang akhirnya dipulangkan tanpa ada permintaan maaf, rehabilitasi maupun kompensasi
  6. Sebagian besar tersangka teroris tidak diberikan haknya dalam memilih pengacara oleh Densus 88
  7. Dalam kurun waktu 7×24 jam sering terjadi penganiayaan dan tekanan secara fisik dan psikis terhadap tersangka teroris oleh Densus 88 yang mengakibatkan luka ringan, luka berat, luka permanen dan menyebabkan trauma korban.
  8. Densus 88 sering melakukan aksi arogansi terhadap keluarga terorisme terlebih kepada anak–anak.
  9. Densus 88 sering memperlambat pemulangan jenazah yang statusnya baru terduga terorisme. Sehingga pemakaman jenazah yang semestinya menurut hukum agama Islam disegerakan menjadi tertunda.
  10. Densus  88 diskriminatif, kasus penembakan di Papua yang mengakibatkan meninggalnya anggota TNI/Polri justru tidak bertindak.
  11. Oknum Densus yang merusak, membunuh, memenyiksa dan menganiaya terduga teroris belum pernah diadili di pengadilan umum

Pegiat  ICAF (Indonesian Crime Analyst Forum) Mustofa B. Nahrawardaya dalam tulisannya bertajuk “Kekejaman Densus Bukan Desas-desus” mengatakan bahwa pemberantasan terorisme ala Densus ini sudah sangat keterlaluan, seperti yang dilakukan oleh Densus dalam simulasi pemberantasan terorisme di Surabaya tahun 2009.  Astaghfirullahal Azhiim, simulasi pemberantasan terorisme itu dilakukan di Masjid dan aparat Densus yang melakukan simulasi tidak mencopot sepatu mereka. Jelas ini provokasi yang mengingatkan kita kepada masuknya seorang anggota ABRI (sekarang TNI) tanpa melepas sepatu di sebuah masjid di Tanjung Priok Jakarta yang menyulut meletusnya kasus Priok tahun 1985.
Bulan Januari lalu dalam forum Temu Pembaca Suara Islam di Masjid Baiturrahman Jakarta berkali-kali Ibu Hajjah Fatma, ibunda almarhum Anas Wiryanto, salah satu korban penembakan Densus 88 di Dompu Nusa Tenggara Barat menjerit di depan para hadirin “Bubarkan Densus 88 pak!  Mereka sudah zalim, telah membunuh anak saya yang tidak bersalah.!”

Ibu Hajah Fatmah pun menegaskan bahwa keliru besar pemberitaan media massa yang menyebut anaknya teroris apalagi mayatnya akan ditolak oleh penduduk Dompu, kampung halaman almarhum Anas. Ibu Fatma yang sudah berhari-hari di Jakarta berusaha untuk memulangkan jenazah anaknya menegaskan bahwa Anas sangat baik kepada lingkungan dan dicintai masyarakat di kampung halamannya.
 
Ibu Hajah Fatma datang bersama tiga keluarga korban penembakan ngawur Densus 88 lainnya untuk mengadukan nasib mereka yang dizalimi Densus 88. Jenazah anaknya pun tidak mereka kembalikan ke tempat mereka mengambil. Padahal anaknya yang tak berdosa itu dibunuh dan dibawa ke Jakarta. Petugas menolak mengembalikan jenazah tersebut dengan alasan tidak ada biayanya. Benar-benar tidak bertanggung jawab! Setelah mendapatkan tekanan dari MUI dan komnas HAM akhirnya pihak Densus memenuhi tuntutan Hj Fatma dan keluar para korban pelanggaran HAM oleh densus lainnya. 

Mantan Komisioner HAM Dr. Saharudin Daming  yang pernah ditugasi memimpin Tim Investigasi Komnas HAM untuk pelanggaran HAM oleh Densus 88 mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat yang dilakukan personil Densus bisa menjadikan kepala Densus diseret ke Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Courts) di Den Haag sebagaimana para penjahat perang Serbia yang melakukan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusian dalam perang di Bosnia Herzegovina (1992-1995).

Dalam wawancara eksklusif dengan Tabloid Suara Islam edisi 154 (22 Maret – 5 April 2013), menjawab pertanyaan apakah selama ini Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat ? Daming menegaskan: Sangat jelas, Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat. Ciri cirinya telah diatur dalam Pasal 8 dan 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yakni genosida dan kejahatan kemanusian. Semua unsur itu dengan sistimatis telah terpenuhi oleh Densus. Densus melakukan hukuman mati tanpa peradilan (extra judicial killing) dan memberlakukan korban dengan cara tidak manusiawi. Jadi kelakuan personil Densus itu  jelas memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat. Hanya orang bodoh saja yang tidak mengakuinya sebagai pelanggaran HAM berat.
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/04/16/mengapa-dan-bagaimana-densus-88-harus-dibubarkan.html#sthash.RZQ89bMv.dpuf
Fakta-fakta Pelanggaran HAM oleh Densus 88

Sebagaimana dilaporkan Arrahmah.com, JAT Solo dan Elemen Muslim Surakarta dalam pernyataan mereka pada aksi di atas menemukan 11 fakta tentang Densus 88 bahwa:

  1. Densus 88 disponsori dan dilatih Negara Barat untuk kepentingan Amerika dan Australia dalam memerangi Aktivis Muslim dan Gerakan Islam di Indonesia.
  2. Target operasi Densus 88 sebagian besar adalah Ulama dan Aktivis Muslim.
  3. Densus 88 mengabaikan asas praduga tak bersalah, Densus 88 sering menembak mati seseorang yang statusnya baru terduga tanpa ada adanya putusan pengadilan. Korban yang ditembak mati Densus 88 meninggal dengan luka tembak yang mengenaskan.
  4. Densus 88 sering menembak mati seseorang yang sama sekali tidak terkait dengan kasus terorisme.
  5. Densus 88 juga sering salah tangkap seseorang  yang akhirnya dipulangkan tanpa ada permintaan maaf, rehabilitasi maupun kompensasi
  6. Sebagian besar tersangka teroris tidak diberikan haknya dalam memilih pengacara oleh Densus 88
  7. Dalam kurun waktu 7×24 jam sering terjadi penganiayaan dan tekanan secara fisik dan psikis terhadap tersangka teroris oleh Densus 88 yang mengakibatkan luka ringan, luka berat, luka permanen dan menyebabkan trauma korban.
  8. Densus 88 sering melakukan aksi arogansi terhadap keluarga terorisme terlebih kepada anak–anak.
  9. Densus 88 sering memperlambat pemulangan jenazah yang statusnya baru terduga terorisme. Sehingga pemakaman jenazah yang semestinya menurut hukum agama Islam disegerakan menjadi tertunda.
  10. Densus  88 diskriminatif, kasus penembakan di Papua yang mengakibatkan meninggalnya anggota TNI/Polri justru tidak bertindak.
  11. Oknum Densus yang merusak, membunuh, memenyiksa dan menganiaya terduga teroris belum pernah diadili di pengadilan umum

Pegiat  ICAF (Indonesian Crime Analyst Forum) Mustofa B. Nahrawardaya dalam tulisannya bertajuk “Kekejaman Densus Bukan Desas-desus” mengatakan bahwa pemberantasan terorisme ala Densus ini sudah sangat keterlaluan, seperti yang dilakukan oleh Densus dalam simulasi pemberantasan terorisme di Surabaya tahun 2009.  Astaghfirullahal Azhiim, simulasi pemberantasan terorisme itu dilakukan di Masjid dan aparat Densus yang melakukan simulasi tidak mencopot sepatu mereka. Jelas ini provokasi yang mengingatkan kita kepada masuknya seorang anggota ABRI (sekarang TNI) tanpa melepas sepatu di sebuah masjid di Tanjung Priok Jakarta yang menyulut meletusnya kasus Priok tahun 1985.
Bulan Januari lalu dalam forum Temu Pembaca Suara Islam di Masjid Baiturrahman Jakarta berkali-kali Ibu Hajjah Fatma, ibunda almarhum Anas Wiryanto, salah satu korban penembakan Densus 88 di Dompu Nusa Tenggara Barat menjerit di depan para hadirin “Bubarkan Densus 88 pak!  Mereka sudah zalim, telah membunuh anak saya yang tidak bersalah.!”

Ibu Hajah Fatmah pun menegaskan bahwa keliru besar pemberitaan media massa yang menyebut anaknya teroris apalagi mayatnya akan ditolak oleh penduduk Dompu, kampung halaman almarhum Anas. Ibu Fatma yang sudah berhari-hari di Jakarta berusaha untuk memulangkan jenazah anaknya menegaskan bahwa Anas sangat baik kepada lingkungan dan dicintai masyarakat di kampung halamannya.
 
Ibu Hajah Fatma datang bersama tiga keluarga korban penembakan ngawur Densus 88 lainnya untuk mengadukan nasib mereka yang dizalimi Densus 88. Jenazah anaknya pun tidak mereka kembalikan ke tempat mereka mengambil. Padahal anaknya yang tak berdosa itu dibunuh dan dibawa ke Jakarta. Petugas menolak mengembalikan jenazah tersebut dengan alasan tidak ada biayanya. Benar-benar tidak bertanggung jawab! Setelah mendapatkan tekanan dari MUI dan komnas HAM akhirnya pihak Densus memenuhi tuntutan Hj Fatma dan keluar para korban pelanggaran HAM oleh densus lainnya. 

Mantan Komisioner HAM Dr. Saharudin Daming  yang pernah ditugasi memimpin Tim Investigasi Komnas HAM untuk pelanggaran HAM oleh Densus 88 mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat yang dilakukan personil Densus bisa menjadikan kepala Densus diseret ke Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Courts) di Den Haag sebagaimana para penjahat perang Serbia yang melakukan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusian dalam perang di Bosnia Herzegovina (1992-1995).

Dalam wawancara eksklusif dengan Tabloid Suara Islam edisi 154 (22 Maret – 5 April 2013), menjawab pertanyaan apakah selama ini Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat ? Daming menegaskan: Sangat jelas, Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat. Ciri cirinya telah diatur dalam Pasal 8 dan 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yakni genosida dan kejahatan kemanusian. Semua unsur itu dengan sistimatis telah terpenuhi oleh Densus. Densus melakukan hukuman mati tanpa peradilan (extra judicial killing) dan memberlakukan korban dengan cara tidak manusiawi. Jadi kelakuan personil Densus itu  jelas memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat. Hanya orang bodoh saja yang tidak mengakuinya sebagai pelanggaran HAM berat.
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/04/16/mengapa-dan-bagaimana-densus-88-harus-dibubarkan.html#sthash.RZQ89bMv.dpuf


Blog, Updated at: 11:33:00 AM

0 komentar:

Post a Comment

Follow with G+

---------------------------------------------

---------------------------------------------

STATISTIK